Langsung ke konten utama

KONSERVASI DAN PERLINDUNGAN PADA TERUMBU KARANG

MARI JAGA DAN LESTARIKAN KEINDAHAN ALAM YANG TIADA TERKIRA


Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km, serta lebih dari 17.508 pulau. Terumbu karang yang luas melindungi kepulauan Indonesia. Walter, 1994 mengestimasi luas terumbu karang Indonesia sekitar 51.000, sedangkan Tomascik menyebutkan bahwa luas terumbu karang 85.707. Angka ini belum termasuk terumbu karang di wilayah terpencil yang belum dipetakan atau yang berada di perairan agak dalam. Jika estimasi ini akurat, maka 51% terumbu karang di Asia Tenggara, dan 18% terumbu karang di dunia, berada di perairan Indonesia. Sebagian besar dari terumbu karang ini bertipe terumbu karang tepi (fringing reefs), berdekatan dengan garis pantai dan mudah diakses oleh komunitas setempat. Terumbu karang alami ini mempunyai peran penting dalam mendukung kelestarian sumberdaya ikan dan organisme laut, serta berfungsi sebagai pelindung pantai dari aktifitas gelombang dan arus.

Peranan dan potensi terumbu karang dan ikan karang Indonesia yang berlimpah mendapat tekanan yang beragam dari aktivitas manusia di daratan dan dari alam itu sendiri seperti praktik penangkapan ikan yang merusak, aktivitas rekreasi pantai, penyaluran kotoran ke laut, masuknya nutrien yang melebihi ambang batas serta oleh kelebihan tangkapan ikan suatu perairan overfishing dimana jika spesies dan kepadatan ikan pemakan alga mengalami penurunan, maka akan berakibat pada pertumbuhan alga yang lebih cepat dan akan menutupi terumbu karang. Aktivitas lain yang dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang secara fisik adalah kegiatan penyelaman, penambatan kapal dengan sistem jangkar, endapan pecahan karang di dalam sedimen dan pencemaran dari industri termasuk power plant. Tahun 1997-1998, peristiwa El Nino telah menimbulkan pemutihan karang secara luas di Indonesia, terutama di wilayah barat Indonesia. Pemutihan karang terjadi di bagian timur Sumatra, Jawa, Bali, dan Lombok. Di Kepulauan Seribu (perairan bagian utara Jakarta), sekitar 90-95% terumbu karang hingga kedalaman 25 m mengalami kematian. Secara kumulatif, tekanan-tekanan yang terjadi telah sangat merusak terumbu karang Indonesia.

Menurut Dahuridan Supriharyono, dari luas terumbu karang yang ada di Indonesia sekitar 51.000 km2 diperkirakan hanya 7 % terumbu karang yang kondisinya sangat baik, 33 % baik, 45 % rusak dan 15 % lainnya kondisinya sudah kritis. Kondisi terumbu karang yang memprihatinkan tersebut diperparah dengan lemahnya koordinasi dan perencanaan lemaba terkait dalam pencegahan kerusakan dan kegiatan monitoring terumbu karang. Kegiatan monitoring yang dilakukan sangat terbatas. Hanya beberapa area terumbu karang yang dikaji secara rutin, sehingga data kondisi dan perubahan untuk keseluruhan sangat sulit diperoleh.
Pengertian Terumbu Karang
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, morfologi dan fisiologi.
Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhana, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk. Namun pada kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui.
Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik beserta ekosistem yang menyertainya yang secara aktif membentuk sedimen kalsium karbonat akibat aktivitas biologi (biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut. Bagi ahli geologi, terumbu karang merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat) di dalam laut, atau disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral.
Dalam peristilahan terumbu karang, karang adalah koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu. Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang. Di Indonesia, terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral. Kerangka karang mengalami erosi dan terakumulasi menempel di dasar terumbu.

Habitat Terumbu Karang
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan Zooxanhellae dan tidak membentuk karang.
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhusalinitas, sedimentasi, eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal.
Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak dengan baik, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar di atas 20oC. Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan tidak berpolusi. Hal ini dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh terumbu karang.
Beberapa terumbu karang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan kegiatan fotosintesis. Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak pada bagian atas terumbu karang dapat menangkap makanan yang terbawa arus laut dan juga melakukan fotosintesis. Oleh karena itu, oksigen-oksigen hasil fotosintesis yang terlarut dalam air dapat dimanfaatkan oleh spesies laut lainnya. Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrisi (oligotrofik).


Fotosintesis Terumbu Karang
Proses fotosintesis oleh alga menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia. Fotosintesis oleh alga yang bersimbiosis membuat karang pembentuk terumbu menghasilkan deposit cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira-kira 10 kali lebih cepat daripada karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatipik) dan tidak bersimbiosis dengan Zooxanthellae.

Faktor Pembatas
Beberapa faktor biologi-fisik yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang adalah sebagai berikut:
  1. Up-Welling
Secara alami, badan air yang stabil mempunyai karasteristik bersalinitas tinggi dan bersuhu rendah pada lapisan yang lebih dalam. Akibat dinamika massa air yang disebabkan oleh arus, kondisi batimetri dan faktor-faktor lain menyebabkan fenomena up-welling. Arus up-welling ini membawa massa air dingin dari lapisan bawah ke lapisan substat terumbu karang. Bila suhu massa air tersebut dibawah ambang batas toleransi bagi kelangsungan metabolisme terumbu karang tentu akan menganggu pertumbuhan terumbu karang.
  1. Cahaya Matahari
Cahaya matahari merupakan sumber energi utama di alam ini, demikian pula bagi terumbu karang. Cahaya matahari diperlukan oleh Zooxanthella yang merupakan alga mikroskopik bersel tunggal dalam menghasilkan oksigen bagi pertumbuhan terumbu karang. Intensitas dan kualitas cahaya yang dapat menembus air laut sangat penting dalam menentukan sebaran vertikal karang batu yang mengandungnya. Semakin dalam laut, semakin kurang intensitas cahaya yang didapat atau dicapai yang berarti semakin berkurang populasi terumbu karang di daerah tersebut.
  1. Kejernihan Air
Karang batu yang hidup di bawah permukaan air memerlukan air laut yang bersih dari kotoran-kotoran, oleh karena benda-benda yang terdapat di dalam air dapat menghalangi masuknya cahaya mata hari yang diperlukan untuk hidup Zooxanthella. Di samping itu, endapan lumpur atau pasir yang terkandung di dalam air akan diendapkan oleh arus sehingga akan dapat mengakibatkan kematian pada terumbu karang.
  1. Kedalaman
Kedalaman suatu substrat terumbu karang akan menentukan sebaran populasi terumbu karang itu sendiri. Semakin dalam posisi substrat dari permukaan air, maka penetrasi cahaya matahari dan suhu massa air semakin kecil sehingga pertumbuhan karang di lokasi tersebut juga semakin berkurang. Walter menyatakan bahwa kedalaman edial untuk pertumbuhan terumbu karang adalah sekitar 20 m dan masih bisa hidup sampai pada kedalaman tidak lebih dari 40 meter.
  1. Suhu Perairan
Suhu terendah dimana karang batu dapat hidup yaitu 15ºC, tetapi kebanyakan ditemukan pada suhu air diatas 18o C dan tumbuh sangat baik antara 25ºC - 29ºC. Temperatur maksimum dimana terumbu karang masih hidup adalah 36ºC. Menurut Suharsono, suhu terbaik untuk pertumbuhan karang batu adalah 25ºC - 31ºC dan masih dapat hidup pada suhu 15ºC, tetapi perkembangbiakan, metabolisme dan pengapurannya akan terganggu.
  1. Salinitas Air Laut
Salinitas dimana karang batu dapat hidup yaitu 27 - 40 %, tetapi mereka hidup paling baik pada salinitas normal air laut yakni 36%. Perairan pantai akan terus menerus mengalami pemasukan air tawar secara teratur dari aliran sungai, sehingga salinitasnya berkurang yang akan mengakibatkan kematian terumbu karang, yang juga membatasi sebaran karang secara lokal.
  1. Pengendapan
Endapan yang berada di dalam air maupun di atas karang mempunyai pengaruh negatif terhadap terumbu karang. Endapan yang berat akan menutupi dan menyumbat struktur pemberi makanan yang ada dalam terumbu karang. Endapan di air mengakibatkan cahaya untuk fotosintesis berkurang sehingga pertumbuhan terumbu karang berkurang atau menghilang.
  1. Arus
Pergerakan air atau arus diperlukan untuk tersedianya aliran suplai makanan jasad renik dan oksigen maupun terhindarnya karang dari timbunan endapan. Di daerah terumbu karang siang hari oksigen banyak diperoleh dari hasil fotosintesis Zoonxanthella dan dari kandungan oksigen yang ada di dalam massa air itu sendiri, sedangkan di malam hari sangat diperlukan arus yang kuat yang dapat memberi suplai oksigen yang cukup bagi fauna di terumbu karang. Di laut terbuka suplai oksigen selalu mencukupi, tetapi di perairan yang agak tertutup pertumbuhan karang batu lebih dihalangi oleh kekurangan makanan. Oleh karena itu pertumbuhan terumbu karang di tempat yang airnya selalu teraduk oleh angin, arus dan ombak lebih baik daripada yang tenang dan terlindung.
  1. Substrat
Planula karang batu hanya dapat melekat pada substrat yang keras dan kuat seperti cangkang, karang batu yang telah mati dan kerangka dari organisme lain.

Jenis-jenis Terumbu Karang


Berdasarkan Kemampuan Produksi Kapur
  1. Karang Hermatipik
Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis.
Karang hermatipik bersimbiosis mutualisme dengan Zooxanthellae, yaitu sejenis algae uniseluler (Dinoflagellata unisuler), seperti Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan melaksanakan Fotosintesis
Dalam simbiosis, Zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen anorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup Zooxanthellae Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang struktur dan bentuk bangunannya khas.
Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat fototropik positif. Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai/laut yang cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut. Disamping itu untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 °C.
  1. Karang Ahermatipik
Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar luas diseluruh dunia.
Berdasarkan Bentuk dan Tempat Tumbuh
  1. Terumbu (Reef)
Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga berkapur, yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan Mollusca. Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batuan kapur (termasuk karang yang masuh hidup) di laut dangkal.
  1. Karang (Coral)
Karang juga disebut karang batu (stony coral), yaitu hewan dari ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Karang batu termasuk ke dalam kelas Anthozoa yaitu anggota filum Coelenterata yang hanya mempunyai stadium polip. Dalam proses pembentukan terumbu karang maka karang batu (Scleratina) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang pembangun terumbu. Karang adalah hewan klonal yang tersusun atas puluhan atau jutaan individu yang disebut polip. 
  1. Karang Terumbu
Pembangun utama struktur karang terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral) atau karang yang menghasilkan kapur. Karang terumbu berbeda dari karang lunak yang tidak menghasilkan kapur, berbeda dengan batu karang (rock) yang merupakan batu cadas atau batuan vulkanik.
  1. Terumbu Karang
Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis­-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis­-jenis MolluscaKrustaseaEchinodermataPolikhaetaPorifera, dan Tunikata, serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton.
Berdasarkan Letak
  1. Terumbu Karang Tepi
Terumbu karang tepi atau karang penerus atau fringing reefs adalah jenis terumbu karang paling sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di daerah tropis. Terumbu karang tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal.
  1. Terumbu Karang Penghalang
Secara umum, terumbu karang penghalang atau barrier reefs menyerupai terumbu karang tepi, hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang ini terletak sekitar 0.5­2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus.
  1. Terumbu Karang Cincin
Terumbu karang cincin atau attols merupakan terumbu karang yang berbentuk cincin dan berukuran sangat besar menyerupai pulau. Atol banyak ditemukan pada daerah tropis di Samudera Atlantik. Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau­-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.
  1. Terumbu Karang Datar
Terumbu karang datar atau gosong terumbu (patch reefs), kadang-kadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dalam kurun waktu geologi, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal.
Berdasarkan Zonasi
  1. Terumbu yang Menghadap Angin
Terumbu yang menghadap angin (dalam bahasa Inggris berarti Windward reef), windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di lereng terumbu, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur.
Terumbu ini mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu, di bagian atas teras terumbu terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang alga. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu yang sangat dangkal.
  1. Terumbu yang Membelakangi Angin
Terumbu yang membelakangi angin (Leeward reef) merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar.

Manfaat Terumbu Karang Bagi Kehidupan
Terumbu karang merupakan salah satu potensi sumberdaya laut yang sangat penting di Indonesia. Sumber daya terumbu karang merupakan salah satu sumber pendapatan utama dan bagian dari hidup nelayan. Terumbu karang juga mempunyai nilai estetika sangat tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata yang meningkatkan devisa negara. Disamping itu, terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat penting diantaranya:
  1. Pelindung ekosistem pantai
Dari segi fisik, terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi dan abrasi, struktur karang yang keras dapat menahan gelombang dan arus sehingga mengurangi abrasi pantai dan mencegah rusaknya ekosistim pantai lain seperti padang lamun dan mangrove.
  1. Rumah bagi mahluk hidup di laut
Terumbu karang bagaikan oase di padang pasir untuk lautan, karena makhluk hidup perairan laut berkumpul untuk mencari makan, memijah, membesarkan anaknya, dan berlindung. Bagi manusia, ini artinya terumbu karng mempunyai potensial perikanan yang sangat besar, baik sebagai sumber makanan maupun mata pencaharian mereka. Diperkirakan, terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan 25 ton ikan pertahun. Sekitar 500 juta orang di dunia menggantungkan hidupnya pada terumbu karang, termasuk didalamnya 30 juta bergantung secara total pada terumbu karang sebagai sumber mata pencaharian.
  1. Sumber obat-obatan
Pada terumbu karang banyak terdapat bahan-bahan kimia yang diperkirakan bisa menjadi obat bagi manusia. Saat ini banyak penelitian mengenai bahan-bahan kimia tersebut untuk dipergunakan untuk mengobati berbagai manusia.
  1. Objek wisata
Terumbu karang yang bagus akan menarik minat wisatawan sehingga meyediakan alternatif pendapatan bagi masyarakat sekitar. Diperkirakan sekitra 20 juta penyelam, menyelam dan menikmati terumbu karang pertahun.
  1. Daerah penelitian
Penelitian akan menghasilkan informasi penting dan akurat sebagai dasar pengelolaan yang lebih baik. Selain itu, organisme laut dan zat-zat yang terdapat di kawasan terumbu karang yang belum pernah diketahui manusia sehingga perlu penelitian yang lebih intensif untuk mengetahui ‘misteri’ laut tersebut.
  1. Sumber mata pencarian
Banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada terumbu karang. Tentu saja mnjadikan terumbu karang sebagai sumber mata pencarian harus di ikuti dengan rasa tanggung jawab sehingga tidak terjadi eksploitasi yang terlalu berlebihan. Selain itu terumbu karang juga dapat menjadi objek wisata yang tentunya dapat menambah pundi-pundi rupiah dari wisatawan.

Keadaan Terumbu Karang Di Indonesia
Terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumber dayapesisir dan laut, disamping hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia. Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia (Cesar, 1997) dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Kerusakan karang di Indonesia sangat jelas. Menurut  data Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI Tahun 2009 saja, tercatat kalau luas terumbu karang Indonesia 70.000 kilo meter persegi yang masih dalam kondisi sangat baik hanya 5,5 persennya saja. Hal itu menunjukkan penurunan yang signifikan dari 2000 lalu yang mana pada tahun itu terumbu karang yang kondisinya sangat baik mencapai 6,2 persen. Data LIPI 2009 juga me­nye­but­kan kalau terumbu karang yang kondisinya baik mencapai 26 persen, cukup baik 37 persen dan yang sudah mengalami kehancuran sebanyak 31,5 persen. Kenyataan itulah yang nampak saat ini dan diprediksikan bakal akan terjadi lagi kerusakan-kerusakan pada terumbu karang ke depannya. Di samping ulah jahil tangan manusia, yang menjadi ancaman terum­bu karang ke depannya adalah pemanasan global yang berdam­pak pada perubahan iklim atau yang disebut dengan climate change dan juga ancaman lainnya seperti sidemantasi, pencemaran laut, serta sampah. Padahal, kerusakan terumbu karang saat ini yang mencapai 31,5 persen sangat sulit untuk dilakukan pemulihan. Apalagi pertumbuhan karang lambat dan areal yang hancur sangat luas.

Penyebab Kerusakan Terumbu Karang di Indonesia
Fenomena alam dan berbagai tindakan destruktif masyarakat mengancam kesehatan maupun keberadaan terumbu karang. Ancaman terhadap terumbu karang dibagi menjadi dua kategori yaitu ancaman bencana alam dan ancaman yang ditimbulkan oleh manusia. Ancaman yang ditimbulkan oleh alam termasuk kerusakan akibat badai, perubahan suhu. Sedangkan ancaman yag disebabkan oleh aktivitas manusia adalah:
1.      Pengendapan kapur
Pengendapan kapur dapat berasal dari penebangan pohon yang dapat mengakibatkan pengikisan tanah (erosi) yang akan terbawa kelaut dan menutupi karang sehingga karang tidak dapat tumbuh karena sinar matahari tertutup oleh sedimen.
2.      Aliran air tawar
Aliran air tawar yang terus menerus dapat membunuh karang, air tawar tersebut dapat berasal dari pipa pembuangan, pipa air hujan ataupun limbah pabrik yang tidak seharusnya mengalir ke wilayah terumbu karang.
3.      Berbagai jenis limbah dan sampah
Bahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber, diantaranya adalah limbah pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan perminyakan.
4.      Pemanasan suhu bumi
Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan karbon dioksida () ke udara. Tingginya kadar  diudara berpotensi meningkatan suhu secara global, sehingga karang menjadi memutih (bleaching) seiring dengan perginya Zooxanthelae dari jaringan kulit karang, jika terjadi terus menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan akan mati.
5.      Cara tangkap yang merusak  dan dapat dikategorikan  illegal fishing
Kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti kegiatan penangkapan dengan pengeboman, penangkapan dengan menggunakan racun serta penggunaan alat tangkap trawl  pada daerah yang karang. Cara tangkap yang merusak antara lain penggunaan racun dan bahan peledak. Penggunaan bahan peledak di daerah terumbu karang akan menghancurkan struktur terumbu karang dan dapat meninggalkan gunungan serpihan karang hingga beberapa meter lebarnya. Sisa bahan racun dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan terumbu karang, yang ditandai dengan perubahan warna karang yang berwarna warni menjadi putih yang lama kelamaan karang menjadi mati. Indikatornya adalah karang mati.
6.      Penambangan dan pengambilan karang
Pengambilan dan penambangan karang umumnya digunakan sebagai bahan bangunan. Penambangan karang berpotensi menghancurkan ribuan meter persegi terumbu dan mengubah terumbu menjadi gurun pasir bawah air.
7.      Penambatan jangkar dan berjalan pada terumbu
Nelayan dan wisatawan seringkali menambatkan jankar perahu pada terumbu karang. Jangkar yang dijatuhkan dan ditarik diantara karang maupun hempasan rantainya yang sangat merusak koloni karang.
8.      Lemahnya penegakan hukum serta kebijakan pemerintah
Lemahnya penegakan hukum serta kebijakan pemerintah yang belum menunjukkan perhatian yang optimal dalam mengelola sistem alami dan kualitas lingkungan kawasan pesisir dan lautan khususnya terumbu karang.


Permasalahan Ekosistem Terumbu Karang
1.      Aktivitas Daratan
Beberapa aktifitas daratan yang merusak ekosistem terumbu karang antara lain, pemasukan nutrien atau bahan pencemar ke laut yang melebihi ambang batas, intensifikasi pertanian di DAS hulu, akan meningkatkan laju erosi tanah dan sedimentasi ke laut, sedimentasi karena pengundulan hutan, tumpahan minyak serta buangan dari kapal atau industri di sekita pantai, kegiatan pembangunan di pesisir seperti kegiatan reklamasi, power plant.
2.      Over Fishing and Over Exploitation
Peningkatan penangkapan ikan pemakan alga akan menyebabkan konsentrasi alga disekitar atau dipermukaan karang menjadi tinggi sehingga menggangu proses fotosintesa dari karang.
Overfishing atau kegiatan penangkapan ikan yang berlebihan memberikan dampak perubahan pada ukuran tingkat kelimpahan dan komposisi jenis ikan. Ikan merupakan salah satu komponen yang ikut menyeimbangan ekosistem terumbu karang. Misalkan, terjadi overfishing pada spesies ikan pemakan alga. Hal ini berakibat kepada meledaknya populasi alga yang secara perlahan akan mampu menutupi populasi karang yang ada. Selain itu, kegiatan perikanan yang bersifat merusak, seperti pemakaian bahan peledak dan jaring insang, dapat membawa kerusakan yang sangat ekstensif pada terumbu karang. Selain itu, penangkapan dengan cara sejenis ini juga menyebabkan bertambah tingginya persentase kematian ikan-ikan yang belum dewasa (Guntur, 2011)
Ancaman utama terumbu karang berasal dari manusia yakni dengan cara penangkapan ikan berlebihan, praktek penangkapan ikan yang merusak, juga sedimentasi serta pencemaran yang berasal dari daratan. Persentase ancaman akibat penangkapan ikan secara berlebihan dapat mencapai 64% dari luas keseluruhan,dan mencapai 53% akibat penangkapan ikan dengan metode yang merusak. Penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku (Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan) salah satunya disebabkan oleh kurangnya alternatif lahan mata pencaharian bagi nelayan yang tinggal di pesisir dan di pulau sehingga tidak ada dorongan untuk meninggalkan industri yang mereka jalani saat ini. Selain itu pengeboman yang dilakukan oleh para pencari ikan membuat ikan mengalami kematian massal yang juga diikuti dengan kehancuran karang yang menjadi rumah mereka. Anehnya, manusia banyak yang acuh, karena yang ada dalam pikirannya hanya mendapatkan hasil banyak dan berpikir kalau terumbu karang masih sangat luas (Pratama, 2013).
3.      Praktek Penangkapan Ikan
Praktek penangkapan ikan yang merusak pengunaan bahan berbahaya atau beracun seperti cyanide dan racun dapat merusak karang dalam skala yg luas.
Selain itu, kegiatan lain yang dapat mengakibatkan rusaknya terumbu karang adalah penangkapan ikan menggunakan alat tangkap trawl. Cara kerjanya alat tangkap ini ditarik oleh kapal yang mana menyapu ke dasar perairan. Akibat penggunaan pukat harimau secara terus menerus
menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya perikanan. Hal ini dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah tertangkap oleh alat ini sehingga tidak memiliki kesempatan untuk memijah dan memperbanyak spesiesnya. Selain hal tersebut, dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan alat tangkap ini pada daerah karang adalah rusaknya terumbu karang akibat tersangkut ataupun terbawa jaring. Jaring yang tersangkut akann menjadi patah dan akhirnya menghambat pertumbuhan dari karang itu sendiri. Apabila hal ini terus berlanjut maka ekosistem karang akan mengalami kerusakan secara besar-besaran dan berakibat pada punahnya ikan-ikann yang berhabitat pada daerah karang tersebut
(Naibaho, 2011).
4.      Vessel Groundings and Anchoring
Metode penambatan kapal dengan jangkar berpotensial merusak terumbu karang. Nelayan dan wisatawan seringkali menambatkan jangkar perahu pada terumbu karang. Jangkar yang dijatuhkan dan ditarik diantara karang maupun hempasan rantainya yang sangat merusak koloni karang. Buangan jangkar yang dilakukan oleh awak-awak kapal pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan merusak terumbu karang yang berada di bawahnya
5.      Wisata Bahari dan Cinderamata
Aktivitas wisata bahari seperti penyelam juga memberikan kontribusi terhadap laju kerusakan akibat jangkar perahu atau terinjak penyelam pemula.
Aktivitas wisata bahari dapat juga meningkatkan resiko kerusakan habitat terumbu karang. Terumbu karang di Asia Tenggara mengalami peningkatan resiko kerusakan habitat oleh karena aktivitas wisata bahari. Pariwisata bahari beresiko merusak habitat pesisir baik secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi wisatawan terhadap suatu habitat dapat mengganggu keberadaan habitat tersebut. Sebagai contoh aktivitas penyelaman dapat mengakibatkan rusaknya habitat terumbu karang oleh karena kecerobohan dari penyelam tersebut. Selain oleh karena kerusakan secara langsung oleh kegiatan penyelaman, polutan dari mesin kapal atau sampah-sampah domestik hasil kegiatan pariwisata lainnya dapat mengakibatkan terganggunya habitat terumbu karang (Akbar, 2006).
6.      Tidak ada Ekosistem Mangrove
Jika tidak ada ekosistem mangrove yang efektif menyerap sedimen tanah, maka proses sedimentasi ini akan menutupi permukaan karang sehingga karangnya mati.
Menurut Arabaya dan Wanna, kerusakan ekosistem mangrove ini berakibat terancamnya biota laut dan sumberdaya ikan dan akan berpengaruh terhadap hasil tangkapan nelayan, karena hutan mangrove yang berfungsi sebagai tempat daerah pemijahan (spawining ground), daerah pembesaran dan asuhan (nursery ground) dan daerah mencari makan (feeding ground) telah rusak dan tinggal sedikit. Untuk itu perlu solusi agar biota laut dapat terselamatkan dan pemulihan sumberdaya ikan.
7.      Pemanasan Global
Pemanasan global akan menyebabkan suhu perairan meningkat di atas ambang batas kebutuhan terumbu karang. Fenomena ini oleh banyak ahli diyakini sebagai penyebab pemutihan kerang (coral bleaching).
Terumbu karang merupakan salah satu biota laut yang mengalami kerusakan akibat pemanasan global ini. Dengan kenaikan temperatur 1oC saja polip karang mengalami stress berat dan jika berlangsung dalam waktu lama (3-6 bulan), akan menyebabkan lepasnya alga Zooxanthellae dalam tubuh hewan karang, dimana peristiwa ini disebut pencucian/pemutihan karang (coral bleaching). Meningkatnya temperatur perairan laut diluar batas normal, tingginya intensitas sinar ultraviolet, meningkatnya kekeruhan dan sedimentasi, serta kondisi salinitas yang tidak normal merupakan beberapa faktor penyebab terjadinya coral bleaching. Namun mayoritas penyebabnya secara besar-besaran dalam dua dekade terakhir lebih disebabkan oleh peningkatan temperatur perairan laut (Marlina, 2012).
8.      Pengendapan
Endapan yang berada di dalam air maupun di atas karang mempunyai pengaruh negatif terhadap terumbu karang. Endapan yang berat akan menutupi dan menyumbat struktur pemberi makanan yang ada dalam terumbu karang. Endapan di air mengakibatkan cahaya untuk fotosintesis berkurang sehingga pertumbuhan terumbu karang berkurang atau menghilang.
Pengendapan kapur dapat berasal dari penebangan pohon yang dapat mengakibatkan pengikisan tanah (erosi) yang akan terbawa kelaut dan menutupi karang sehingga karang tidak dapat tumbuh karena sinar matahari tertutup oleh sedimen (Rystanti, 2013).
9.      Aktivitas Manusia
Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya terumbu karang adalah menggunakan peralatan untuk menangkap ikan yang tidak ramah lingkungan seperti bahan peledak, bius, racun, dan lain lain. Pembuangan sampah atau limbah rumah tangga, pabrik, hotel, tambang, dan perairan ke sungai atau laut. Pengambilan terumbu karang secara besar-besaran dari koloninya secara  paksa. Pemanasan global akibat aktivitas manusia, menyebabkan terumbu karang memutih karena terlepasnya ganggang dari jaringan terumbu.
Emisi gas  dan efek rumah kaca merugikan terumbu karang akibat meningkatnya temperatur. Kenaikan jumlah   yang dirasakan air laut membuat jumlah karang yang dapat mengeras karena kapur atau tengah membentuk terumbu menurun. Tetapi yang terjadi di Indonesia akibat maraknya aktivitas pariwisata yang kini telah menjadi sumber ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama di daerah daerah yang dekat dengan pantai. Kondisi ini terus berlangsung karena  berkorelasi dengan ketidak seriusan aparat penegak hukum serta lemahnya sistem dan  perangkat hukum.
10.  Pemutihan Terumbu Karang
Penyebab pemutihan karang salah satunya adalah kondisi perairan yang tidak mendukung, sehingga alga yang bersimbiosis dengan hewan karang lepas, kondisi ini yang membuat karang tidak mendapatkan asupan makanan karena tidak ada proses fotosintesis dan pigmen yang terdapat pada karang mulai memudar.
Terumbu karang Indonesia tidak lepas dari kasus pemutihan karang, di beberapa daerah seperti Jakarta yang mengalami penurunan penutupan karang pada tahun 2007, penurunan ini disebabkan adanya pencemaran minyak, eksploitasi biota secara berlebihan, penggunaan bom untuk menangkap ikan dapat memberikan dampak negatif bagi pertumbuhan karang, sehingga dapat memicu terjadinya penyakit karang seperti pemutihan karang karena perubahan lingkungan/habitat karang yang kualitasnya semakin menurun (Estradivari et al 2007).



Teknologi Konservasi dan Rehabilitasi Terumbu Karang
Strategi Pengelolaan Terumbu Karang
Suatu pengelolaan yang baik adalah yang memikirkan generasi mendatang untuk dapat juga menikmati sumberdaya yang sekarang ada. Dengan demikian dalam pengelolaan terumbu karang haruslah mempertimbangkan hal sebagai berikut:
Pertama, melestarikan, melindungi, mengembangkan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau kualitas terumbu karang dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya bagi kepentingan seluruh lapisan masyarakat serta memikirkan generasi mendatang.
Kedua, mendorong dan membantu pemerintah daerah untuk menyusun dan melaksanakan program-program pengelolaan sesuai dengan karakteristik wilayah dan masyarakat setempat serta memenuhi standar yang ditetapkan secara nasional berdasarkan pertimbangan-pertimbangan daerah yang menjaga antara upaya ekploitasi dan upaya pelestarian lingkungan.
Ketiga, mendorong kesadaran, partisipasi dan kerjasama/kemitraan dari masyarakat, pemerintah daerah, antar daerah dan antar instansi dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan terumbu karang. Berdasarkan pertimbangan ter sebut di atas, maka dalam pengelolaan terumbu karang diperlukan strategi sebagai berikut:
1.      Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang:
a.       Mengembangkan mata pencaharian alternatif yang bersifat berkelanjutan bagi masyarakat pesisir.
b.      Meningkatkan penyuluhan dan menumbuhkembangkan keadaan masyarakat akan tanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya terumbu karang dan ekosistemnya melalui bimbingan, pendidik an dan penyuluhan tentang ekosistem terumbu karang.
c.       Memberikan hak dan kepastian hukum untuk mengelola terumbu karang bagi mereka yang memiliki kemampuan.
2.      Mengurangi laku degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini:
a.       Mengidentifikasi dan mencegah penyebab kerusakan terumbu karang secara dini.
b.      Mengembangkan program penyuluhan konservasi terumbu karang dan mengembangkan berbagai alternatif mata pencaharian bagi masyarakat lokal yang memanfaatkannya.
c.       Meningkatkan efektivitas penegakan hukum terhadap berbagai kegiatan yang dilarang oleh hukum seperti pemboman dan penangkapan ikan dengan Cyanide.
3.      Mengelola terumbu karang berdasar kan karakteristik eko sistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya:
a.       Mengidentifikasi potensi terumbu karang dan pemanfaatannya.
b.      Menjaga keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Teknologi Transplantasi Terumbu Karang Buatan
1.      Terumbu karang buatan
Metode sederhana ini adalah dengan menengelamkan struktur bangunan di dasar laut agar dapat berfungsi seperti terumbu karang alami sebagai tempat berlindung ikan. Dalam jangka waktu tertentu, struktur yang dibuat dengan berbagai bahan seperti struktur beton berbentuk kubah dan piramida, selanjutnya membantu tumbuhnya terumbu karang alami di lokasi tersebut. Dengan demikian, fungsinya sebagai tempat ikan mencari makan, serta tempat memijah dan berkembang biak berbagai biota laut dapat terwujud.
2.      Pencangkokan
Metode ini dikenal dengan transplantasi. Dengan memotong karang hidup, lalu ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan diharapkan dapat mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah terumbu karang baru yang sebelumnya tidak ada.
Bibit karang yang sering digunakan pada uji coba transplantasi ini adalah dari genus Acropora yang terdiri dari A tenuis, A austera, A formosa, A hyacinthus, A divaricata, A nasuta, A yongei, A aspera, A digitifera, A valida, dan A glauca. Hal tersebut diperkirakan karena spesies-spesies tersebut memiliki cabang yang kecil dan mudah rapuh. Berdasarkan per tambahan tinggi masing-masing karang tersebut, setelah berumur satu bulan pertambahan tinggi terbesar dialami oleh Acropora yongei (rata-rata 0,4 cm), sedangkan pertambahan tinggi terkecil dialami Acropora digitifera, yakni 0,1 cm.
3.      Mineral Accretion
Metode ini dikembangkan oleh Thomas J. Goreau and Wolf Hilbertz seorang ahli biologi dari AS. Mereka mengkaitkan terumbu karang pada bronjong-bronjong kawat baja yang dialiri listrik DC (direct current) dengan voltage rendah. Aliran listrik yang mengalir melalui kawat baja tesebut diharapkan dapat merangsang percepatan pertumbuhan karang. Hasil dari transplantasi model ini ternyata lebih cepat 3-5 kali dibanding cara transplantasi cara biasa.

Peran Empat Pilar dalam Masalah Terumbu Karang di Indonesia
  1. Pilar pendidikan
Dalam pilar ini melibatkan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, kami mengusulkan bahwa adanya pemberian langkah konkret tentang pemeliharaan terumbu karang dari tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Sejak dinia tertanam pengetahuan tentang penyebab, dampak, dan upaya mengurangi kerusakan terumbu karang sehingga akan tumbuh kesadaran dan timbulnya perilaku positif yang mendukung upaya penanggulangan terumbu karang.
  1. Pilar Pemerintahan
Dalam hal ini, Badan Lingkungan Hidup mengeluarkan kebijakan dan pengawasan tentang memeliharakan kestabilan ekosistem di dalam laut. Selain itu, terumbu karang juga bisa dijadikan pemerintah sebagai objek wisata yang dapat meningkatkan pendapatan
  1. Pilar Masyarakat
Dalam hal ini, Lembaga Kemasyarakatan dapat melakukan mensosialisasikan dan pengawasan di lingkungan. Masyarakat juga berperan penting dalam menjaga kelestarian terumbu karang, khususnya bagi para nelayan dengan cara tidak menggunakan racun atau bom untuk menangkap ikan.
  1. Pilar Hukum
Lembaga-lembaga hukum menegakan hukum secara tegas dan adil atas tindak penyelewengan yang dilakukan oleh oknum yang merusak kelestarian ekosistem terumbu karang.

Peraturan Pemerintah Mengenai Terumbu Karang
Pengerusakan terumbu karang tersebut khususnya yang disebabkan oleh aktivitas manusia, merupakan tindakan inkonstitusional. Dalam UU 1945 pasal 33 ayat 3 dinayatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 33 ayat 3 ini merupakan landasan yuridis dan sekaligus merupakan arah bagi pengaturan terhadap hal yang berkaitan dengan sumberdaya terumbu karang. Selain itu, salah satu tujuan dari Strategi Konservasi Dunia 1980 adalah menetapkan terumbu karang sebagai sistem ekologi dan penyangga kehidupan yang penting untuk kelangsungan hidup manusia dan pembangunan berkelanjutan. Terumbu karang sebagai salah satu sumber daya alam yang ada di Indonesia, pengelolaannya harus di dasarkan pada peraturan – peraturan di antaranya:

  1. UU RI No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  2. UU RI No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan.
  3. UU RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistem.
  4. UU RI No. 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan.
  5. Peraturan pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang Analisis Dampak Lingkungan


SUMBER DATA:
Bengen, D.G. 1999. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir (sinopsis). Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor.
Dahuri, Rokhim. 1999.Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang. Lokakarya
Pengelolaan dan IPTEK Terumbu Karang Indonesia : Jakarta.
Suharsono. 1996. Jenis-Jenis Karang Yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia. Jakarta:
LIPI
Walters, J.S. 1994. Properly right and participatory coastal management in the 
Philippinesand Indonesian Coastal Management in Tropical Asia. 3. 

Komentar

  1. terimakasih infonya sangat bermanfaat, silahkan kunjungi http://bit.ly/2xrM4q6

    BalasHapus
  2. The merit casino
    The merit casino in Canada allows players 메리트카지노 to try out the site for free or real money. The merit casino has over 2,000 games on offer.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan Maritim, Bahari, dan Kelautan

Banyak dari kalangan masyarakat yang menganggap bahwa istilah kemaritiman dan kelautan mempunyai arti yang sama, tetapi sementara ada pendapat bahwa pengertian kelautan mempunyai arti yang lebih luas daripada pengertian kemaritiman, sehingga masih banyak yang belum memahami tentang kelautan dan kemaritiman itu sendiri. Disamping ada istilah kemaritiman dan kelautan juga didapat istilah bahari dalam hal ini saya akan menjelaskan perbedaan itu. MARITIM, merupakan segala aktivitas pelayaran dan perniagaan/perdagangan yang berhubungan dengan kelautan atau disebut pelayaran niaga, sehingga dapat disimpulkan bahwa  maritim adalah Terminologi Kelautan dan Maritim berkenaan dengan laut, yang berhubungan dengan pelayaran perdagangan laut. Contoh: Berlayar, Mancing, Transportasi, Kilang Minyak, Menyelam, dan Navigasi. Pengertian kemaritiman yang selama ini diketahui oleh masyarakat umum adalah  menunjukkan kegiatan di laut yang berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan, sehingga

PULAU-PULAU Yang Terdapat di KALIMANTAN BARAT dan Penamaan Suatu Pulau

PENGENALAN MARITIM WITH PAK ENDY Dalam sebuah wilayah atau apapun itu, selalu ada penamaan atau yang disebut TOPONIM. dan dalam suatu pembagian wilayah harus sesuai dengan keadaan suatu wilayah dan dipegang oleh hukum yang berlaku dalam pembagian wilayah atau kawasan. Tetapi dalam pembagian wilayah terkadang terdapat unsur alam atau suatu pergeseran yang terjadi akibat siklus alam atau ulah manusia itu sendiri. Dalam hal itu tujuan penamaan yang bisa sebagai tanda kepemilikan, juga merupakan acuan melalui pendataan unsur topografi. Pengetahuan penamaan geografis ini disebut toponimi (topos–nym), yakni ilmu yang mengkaji masalah penamaan unsur topografi buatan maupun alamiah termasuk pembakuan tulisan, pengucapan (fonetik), sejarah, dan hubungan antara nama dengan sumber daya pada sebuah unsur geografis. Toponimi merupakan ilmu terapan terpadu yang melibatkan disiplin geografi, geodesi, geofisik, linguistik, antropologi, sejarah dan hukum. Selanjutnya keseluruhan kajian toponimi